Pendidikan Pemilih untuk Penyandang Disabilitas Pasca-Pemilu 2024: Meningkatkan Inklusi Demokrasi di Kabupaten Majalengka
Pemilu 2024 di Indonesia, yang digelar serentak pada 14 Februari 2024, menjadi momen penting bagi demokrasi inklusif. Namun, bagi penyandang disabilitas, kelompok yang mencapai lebih dari 20 juta jiwa di Indonesia, proses ini masih menyisakan banyak tantangan. Secara nasional, lebih dari 1 juta penyandang disabilitas terlibat sebagai pemilih, mencerminkan semangat partisipasi yang lebih baik dibanding pemilu sebelumnya. Di tingkat lokal, seperti Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, sebanyak 4.892 penyandang disabilitas terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pilkada Serentak 2024, dari total DPT mencapai 1.000.378 jiwa. Meski angka ini menunjukkan kemajuan, data survei nasional mengungkap bahwa hak politik kelompok ini belum sepenuhnya terpenuhi, dengan tingkat partisipasi efektif yang masih rendah akibat hambatan akses. Gambaran Partisipasi Pemilih Difabel di Pemilu 2024: Data Nasional dan Lokal Majalengka Pemilu 2024 menunjukkan peningkatan kesadaran inklusi, tapi data detail menggambarkan ketimpangan. Berikut poin-poin kunci: Data Nasional: Lebih dari 1 juta penyandang disabilitas terdaftar dan berpartisipasi sebagai pemilih, didukung Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menjamin hak politik. Namun, survei oleh Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia menemukan bahwa hanya sekitar 60% pemilih pemula difabel merasa siap menghadapi pemilu, dengan hambatan utama berupa kurangnya informasi aksesibel. Total pemilih nasional mencapai 204 juta, tapi partisipasi difabel hanya sekitar 5-7% dari total populasi difabel, menurut estimasi Komnas HAM, akibat data DPT yang tidak sinkron dengan Basis Data Tunggal Penyandang Disabilitas (BDT-PD). Data Khusus Kabupaten Majalengka: Sebanyak 4.892 penyandang disabilitas (sekitar 0,49% dari total DPT) terdaftar untuk Pilkada 2024, termasuk pemilihan bupati dan DPRD. KPU Majalengka melibatkan organisasi difabel dalam sosialisasi, tapi tingkat partisipasi efektif belum dirilis secara spesifik, berdasarkan tren Jawa Barat, partisipasi difabel mencapai 70-80% di daerah urban, tapi lebih rendah di pedesaan Majalengka akibat akses geografis. Contoh: Di Kecamatan Majalengka, sekitar 1.200 difabel terdaftar, tapi laporan lokal menyoroti bahwa hanya 60% yang menggunakan hak pilih karena TPS yang tidak ramah difabel. Data ini menegaskan bahwa meski ada kemajuan, pendidikan pemilih difabel tetap krusial untuk mendorong partisipasi penuh di Pemilu 2029. Analisis Masalah: Hambatan Fasilitasi, Akses Informasi, dan Dinamika Politik Pasca-Pemilu 2024, laporan dari Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) dan Formasi Disabilitas mengungkap masalah sistemik yang menghambat inklusi. Di Majalengka, yang mayoritas pedesaan dengan infrastruktur terbatas, isu ini semakin akut. Berikut analisis utama: Fasilitasi Pemungutan Suara yang Kurang Memadai: Banyak TPS di Majalengka tidak memiliki ramp akses roda, bilik suara berukuran standar (sulit bagi kursi roda), atau alat bantu seperti template braille untuk tunanetra. Survei SIGAB menemukan 40% pemilih difabel mengalami kesulitan fisik saat pemungutan suara, termasuk di institusi rehabilitasi yang terisolasi. Contoh: Di Kecamatan Sindang, seorang pemilih tuna daksa harus dibantu keluarga melewati tangga TPS, yang melanggar prinsip kerahasiaan suara. Akses Informasi yang Terbatas: Materi sosialisasi KPU sering kali berbasis teks atau video tanpa bahasa isyarat, sulit diakses oleh tunarungu atau difabel intelektual. Di Majalengka, hanya 30% difabel menerima informasi pemilu via media inklusif, menurut estimasi lokal dari Dinas Sosial. Dinamika politik memperburuk ini: Kampanye elite cenderung mengabaikan isu difabel, menyebabkan polarisasi di mana suara difabel "hilang" dalam narasi mayoritas. Dinamika Politik yang Eksklusif: Representasi difabel di DPRD Majalengka nol persen pasca-2024, meski kuota 5% dijamin regulasi. Ini menciptakan siklus ketidakadilan, di mana kebijakan pemilu tidak sensitif difabel. Masalah ini bukan hanya teknis, tapi juga struktural, yang menekan partisipasi hingga 20-30% di bawah rata-rata nasional. Solusi Konkret: Perbaikan Regulasi dan Inovasi untuk Peningkatan Partisipasi Untuk Pemilu selanjutnya, pendidikan pemilih difabel harus menjadi prioritas. Berdasarkan rekomendasi kolektif SIGAB dan inovasi terkini, berikut solusi nyata yang bisa diterapkan di Majalengka: Perbaikan Regulasi untuk Penguatan Inklusi: KPU dan Bawaslu wajib terbitkan surat edaran pengingat tentang layanan inklusif, termasuk pelatihan petugas TPS untuk menunjuk pendamping pilihan difabel (dengan menjaga kerahasiaan). Di Majalengka, ini bisa disinkronkan dengan data BDT-PD untuk verifikasi DPT difabel secara door-to-door. Revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Aksesibilitas TPS, dengan tambahan sanksi bagi pelanggaran, dan integrasi voting di institusi rehabilitasi ke TPS terdekat. Contoh: Kolaborasi KPU Majalengka dengan Dinas Sosial untuk audit TPS tahunan mulai 2026. Inovasi Pendidikan Pemilih yang Nyata dan Terjangkau: Adopsi DIGI-EDVOT, platform digital learning gratis untuk difabel, yang menyediakan video animasi dengan audio untuk tunanetra dan bahasa isyarat untuk tunarungu, plus kuis interaktif. Di Majalengka, KPU bisa kerjasama dengan komunitas difabel untuk workshop offline berbasis app ini, menjangkau 2.000 pemilih difabel dalam 6 bulan. Kembangkan media sosialisasi berstandar aksesibel: Video dengan subtitle, teks kontras tinggi, dan bahasa sederhana. Contoh: Kampanye "Pemilu Inklusif Majalengka" via WhatsApp group difabel, yang bisa tingkatkan literasi politik hingga 50%, seperti sukses di Kabupaten Bandung. Bentuk jaringan komunitas difabel di tingkat kecamatan untuk advokasi, termasuk pelatihan kader politik oleh partai untuk kuota representasi 5%. Di Majalengka, ini bisa dimulai dengan forum bulanan pasca-2025 untuk rencana Pemilu 2029. Solusi ini tidak hanya teoritis, mereka bisa diimplementasikan dengan anggaran minim melalui kemitraan pemerintah, LSM, dan swasta, menargetkan peningkatan partisipasi difabel menjadi 90% di Pemilu berikutnya. Menuju Demokrasi yang Benar-Benar Inklusif Pasca-Pemilu 2024, Kabupaten Majalengka punya peluang emas untuk memimpin inklusi demokrasi di Jawa Barat. Dengan data partisipasi 4.892 difabel sebagai fondasi, perbaikan fasilitasi, akses informasi, dan dinamika politik melalui regulasi kuat serta inovasi seperti DIGI-EDVOT, kita bisa wujudkan hak pilih yang utuh. Mari dukung pendidikan pemilih berkelanjutan, karena suara setiap warga, termasuk difabel, adalah pondasi bangsa yang adil. Oleh: [Deden Syaripudin]
Selengkapnya